Saturday, April 15, 2006

Pola Pengamanan Pemilu; Efektifkah dengan Patroli ?

Kompas, 23 Maret 2004
MUNCULNYA indikasi mundurnya warga masyarakat sebagai petugas keamanan di tempat pemungutan suara-karena honor kecil- hendaknya tidak dianggap enteng. Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya Irjen Makbul Padmanagara mengatakan, hal itu masih bisa diantisipasi dan dapat diatasi oleh kepala polsek (Kompas, 10/11).
Adanya laporan intelijen dari beberapa polsek yang mengindikasikan keinginan mundurnya warga masyarakat sebagai petugas keamanan di TPS saat hari-H pemungutan dan penghitungan suara mulai menggejala.
Ardy (32), warga Mampang, Jakarta Selatan, ditunjuk sebagai petugas keamanan di salah satu TPS. Walaupun tidak riil mengatakan ingin mundur, sejak awal ia tidak ingin terlibat lagi pada pemungutan suara saat pemilihan presiden dan wapres.
Itu artinya, mau tidak mau pemerintah harus menunjuk lagi anggota baru yang diambil dari unsur masyarakat untuk menggantikan anggota yang mengundurkan diri.
Kecilnya honor yang diterima para petugas yang diambil dari unsur masyarakat itu bukan satu-satunya alasan. Sebab lain, keengganan menghadapi situasi tidak terduga.
Roli (25), warga Slipi yang juga menjadi salah satu petugas keamanan TPS di wilayahnya, mengeluh. Di wilayahnya, mereka harus melengkapi diri dengan perlengkapan yang dibutuhkan pada saat hari-H, di antaranya meja, kursi, bahkan tenda. Faktor lain, besarnya honor konon cuma Rp 7.500 per hari.
METODE pengamanan yang dilakukan polisi pada saat hari-H pemungutan maupun pada saat penghitungan suara menggunakan sistem patroli, baik patroli beat maupun patroli blok. Patroli beat adalah patroli di sekitar ruas jalan yang merupakan wilayah TPS. Patroli blok mengitari wilayah perumahan, perkantoran, dan daerah yang ada TPS-nya. Ada tiga kategori berdasarkan jarak tempuh antar-TPS, yaitu kategori pertama, aman. Kedua, kategori Rawan 1. Ketiga, kategori Rawan 2.
Adapun jumlah TPS yang menjadi wilayah pengawasan di Polda Metro Jaya tercatat 42.356 TPS, di antaranya sebanyak 39.626 TPS masuk kategori aman, 2.486 TPS Rawan 1, dan sisanya, 244 TPS, Rawan 2.
Salah satu kondisi rawan yang perlu diantisipasi dari dijalankannya sistem patroli dengan tanpa mengonsentrasikan anggota polisi di TPS adalah masalah koordinasi. Perlu tersedia alat komunikasi antara petugas pengamanan di TPS dan anggota polisi yang sedang berpatroli.
Hingga saat ini alat komunikasi yang dimiliki polisi pada 101 polsek dari 9 polres yang terdapat di wilayah Polda Metro Jaya baru sekitar 1.650 unit radio trunking. Padahal, paling tidak diperlukan sekitar 5.000 unit.
Dengan demikian, masih sekitar 3.350 unit yang dibutuhkan. Itu pun hanya untuk melengkapi petugas polisinya saja.
Menurut Ardy, dalam pengarahan yang diberikan kepada anggota linmas, andaikata terjadi gangguan kamtibmas, mereka hanya diinstruksikan untuk menghubungi call center 112 milik polisi. Selebihnya tidak ada.
Tentunya hal ini akan memunculkan sikap pesimistis dari masyarakat terhadap kesiapan aparat keamanan bertindak cepat jika terjadi gangguan keamanan pada saat hari pemungutan dan penghitungan suara. Misalnya saja seperti yang diungkapkan Dian Triastuty, anggota Kaukus Perempuan Politik Indonesia (KPPI).
Dia meragukan akan adanya koordinasi yang cepat jika terjadi gangguan kamtibmas, sementara polisinya baru saja pergi dari satu TPS ke TPS lain. Untuk menghubungi 112 belum tentu akan cepat terespons sampai ke bawah, mengingat berbelitnya birokrasi.
Untuk itu, sebelum terlambat, perlu ada persiapan lain yang perlu dilakukan. Misalnya, menyiasati penggunaan alat komunikasi yang tepat antarpetugas keamanan dari polisi ke masyarakat dan sebaliknya. Atau paling tidak, menurut guru besar PTIK Prof Parsudi Suparlan, perlu dicoba upaya mengembangkan jaringan dengan menjadikan unsur-unsur masyarakat tertentu sebagai informan polisi.
Pengalaman "putusnya koordinasi" pada alat komunikasi antar-aparat keamanan saat peristiwa 13-14 Mei 1998 sebaiknya tidak terjadi lagi. Jika itu terjadi, bisa berakibat pada menurunnya kepercayaan publik terhadap kemampuan aparat keamanan mengantisipasi gangguan kamtibmas yang mungkin terjadi.
F Sidikah R Peneliti pada Yayasan Pengembangan Kajian Ilmu Kepolisian

No comments:

Post a Comment