Sunday, July 19, 2009

SEJARAH LAMBANG PALANG MERAH DAN LAMBANG BULAN SABIT MERAH (674 SM - Saat ini) BAGIAN 5

Pada 1919, Pasca Perang Dunia I (1914 - 1918), berdiri Liga Palang Merah dengan anggota pertama yaitu Amerika, Jepang, Perancis, Italia, Inggris.


Pada 1924
, Ottoman runtuh dan berubah nama menjadi Turki. Turki dan Persia (saat ini Iran) kemudian mengajukan reservasi pada Konvensi untuk tetap mengunakan bulan sabit merah dan singa dan matahari merah; sedangkan Siam dan Sri Lanka tidak menggunakan klausula reservasi dan memutuskan untuk menggunakan lambang palang merah.


Pada 1929, didukung oleh Mesir dalam Konferensi Diplomatik, lambang Bulan Sabit Merah serta Singa dan Matahari Merah kemudian secara resmi diadopsi dalam Konvensi Jenewa.






Pada 1936, bendera Turki dimodifikasi menjadi bendera seperti sekarang ini. Bentuk bintang dan bulan sabitnya menjadi lebih langsing. Sebelumnya tampak lebih gemuk namun warna dasarnya tetap merah, serta gambar bulan dan bintangnya tetap putih.





Pada 1980, Republik Islam Iran memutuskan tidak lagi menggunakan lambang Singa dan Matahari Merah dan memilih lambang Bulan Sabit Merah, red crescent. Sejak itu, disepakati bahwa tidak diperbolehkan lagi untuk menggunakan lambang lainnya, kecuali sebagaimana yang telah ditegaskan di dalam Konvensi Jenewa.

Pada 2005, diadakan Konferensi Diplomatik yang menghasilkan suatu perjanjian internasional, yaitu Protokol Tambahan III yang mengatur tentang penggunaan lambang baru di samping lambang palang merah dan bulan sabit merah, karena kedua lambang terakhir ini dianggap berkonotasi dengan suatu agama tertentu. Lambang yang baru tersebut dikenal dengan lambang Kristal Merah (red crystal). [6] Kristal merupakan sebagai lambang dari kemurnian, purity, yang seringkali dihubungkan dengan air, yakni suatu unsur yang esensial bagi kehidupan manusia.



TIGA LAMBANG YANG BERLAKU SAAT INI: PALANG MERAH, KRISTAL MERAH, BULAN SABIT MERAH





KETENTUAN PENGGUNAAN LAMBANG KRISTAL MERAH:

Dapat dimasukan lambang lain yang sudah digunakan sebelumnya oleh suatu negara sebelum Protokol Tambahan III diberlakukan. Misalnya, memasukan lambang palang merah atau lambang bulan sabit merah atau kedua lambang sekaligus. Penggunaannya dapat secara sementara ataupun permanen menggantikan lambang yang berlaku sebelumnya.



CONTOH PENGGUNAAN LAMBANG KRISTAL MERAH:

LAMBANG BINTANG DAUD MERAH YANG DIMASUKAN KEDALAM KRISTAL MERAH (ISRAEL)


SEJARAH LAMBANG PALANG MERAH DAN LAMBANG BULAN SABIT MERAH (674 SM - Saat ini) BAGIAN 4

Pada 1863, di Jenewa Swiss diadakan Konferensi Internasional ke-1 yang dihadiri oleh 16 negara. Hasil konferensi tersebut antara lain memutuskan adanya tanda khusus sebagai pengenal bagi kelompok medis tentara. Tanda khusus yang dipilih adalah lambang palang merah diatas dasar putih, yang diambil dari kebalikan bendera Swiss, yaitu palang putih diatas dasar merah.







Pada 1876-1878
pecah perang antara Rusia dan Ottoman. Sejumlah tentara yang tertangkap oleh tentara Ottoman dibunuh. Hal ini disebabkan karena mereka memakai ban lengan yang bergambar palang merah. Ketika Kekaisaran diminta penjelasan mengenai hal ini, mereka menekankan mengenai kepekaan tentara Ottoman terhadap lambang berbentuk ‘cross’. Hal inilah yang melandasi adanya usulan atau pengajuan agar pelayanan medis tentara Kerajaan diperbolehkan untuk menggunakan simbol yang berbeda yaitu bulan sabit, sama seperti symbol bendera kekaisaran.








Pada 1877-1929, Negara-negara lain kemudian juga menggunakan lambang sendiri untuk pelayanan medis tentaranya, seperti Siam (saat ini Thailand) yang menggunakan lambang Nyala Api Merah (red flame); Israel menggunakan lambang Bintang David Merah (red shield of david); atau Afganistan yang menggunakan Red Arrchway (Mehrab-e-Ahmar). Demikian pula tahun 1877 Jepang menggunakan strip merah di bawah matahari merah di atas dasar putih (red strip beneath a red sun on a white ground), lambang Swastika oleh Sri Lanka, atau Palem Merah (red palm) oleh Siria.








SEJARAH LAMBANG PALANG MERAH DAN LAMBANG BULAN SABIT MERAH (674 SM - Saat ini) BAGIAN 3



Pada 1453, Ketika Sultan Muhammad II yang lebih dikenal dengan Sultan Muhammad Al-Fatih (sultan ke-7 dari kekaisaran Ottoman) menjadi panglima, jatuhlah Constantinople ke tangan Ottoman. lewat pertempuran yang sangat dahsyat, Muhammad Al-Fatih berhasil menjatuhkan Constantinople bahkan menjadikannya sebagai ibu kota Khilafah Turki Utsmani serta menjadikannya pusat peradaban Islam. Setelah direbut oleh Ottoman, Constantinople pun dirubah namanya menjadi Istambul yang bermakna ‘Kota Islam’.

Penggunaan simbol bulan dan bintang oleh Ottoman berawal saat pasukan Ottoman menaklukkan dan menghambil alih Constantinople. mereka menemukan sejumlah besar bendera2 berlambang bulan sabit dan bintang. Hal itu dapat dimaklumi karena sejak tahun 330 M, Constantinople memang menggunakan bulan sabit dan bintang sebagai lambang kota. Selain itu lambang bulan sabit dan bintang pun dipergunakan sebagai lambang ke-ksatria-an dan kehormatan.





Sultan Muhammad II pun kemudian mengadopsi simbol Constatinople yaitu bulan dan bintang menjadi bendera Kekaisaran Ottoman. Oleh Sultan Muhammad II, simbol bulan dan bintang dimaknai sebagai lambang kebaikan dan keberuntungan. Selain itu, symbol bulan sabit juga dimaknai sebagai symbol yang melambangkan posisi kekuasaan di tiga benua (Afrika, Eropa, Asia). Ujung yang satu menunjukkan benua Asia yang ada di Timur, Ujung lainnya mewakili Afrika yang ada dibagian lain dan di tengahnya adalah Benua Eropa. Adapun simbol bintang dimaknai untuk menunjukkan posisi Constantinople (yang sudah bernama Istambul). Sejak itu lambang bulan sabit dan bintang dijadikan lambang dalam bendera resmi umat Islam saat itu, karena seluruh wilayah dunia Islam berada di bahwa satu naungan Khilafah Turki Utsmani.

Bendera Kekaisaran Ottoman sendiri, sebelumnya hanya berbentuk segitiga sama kaki yang rebah, dimana garis sisi kedua kakinya melengkung. Keseluruhan bendera berwarna merah. Setelah penaklukan Constatinople, di tengah bendera itu ditambahi bulan dan bintang berwarna putih.







SEJARAH LAMBANG PALANG MERAH DAN LAMBANG BULAN SABIT MERAH (674 SM - Sat ini) BAGIAN 2




Abad 6 – 13, terjadi perang dan perebutan wilayah kekuasaan antar negara atau kerajaan-kerajaan kecil maupun besar. Perang yang cukup besar misalnya pada 1095 – 1291 dimana terjadi rangkaian Perang Salib I - IX. Perang Salib ini merupakan perang perebutan wilayah kekuasaan antara kekaisaran/Negara Kristen dan kekaisaran/Negara Islam. Perang ini berawal dari respon Kekaisaran Byzantium yang beragama Kristen Ortodox Timur dalam melawan ekspansi dari Dinasti Seljuk yang beragama Islam ke Anatolia.

Pada saat berlangsung perang-perang tersebut, masing-masing kelompok pasukan menggunakan simbol sendiri-sendiri. Misalnya, Pasukan Salib menggunakan tanda salib. Adapun Dinasti Abbasiyah di Baghdad (750-1258) maupun di Kairo (1261-1517) menggunakan bendera hitam polos. Dinasti Fatimiyah di Kairo (909-1171) menggunakan bendera warna hijau. Bukti-bukti sejarah menunjukkan bahwa pada saat itu hanya ada bendera panji-panji perang yang sangat sederhana dengan satu warna: hitam, putih, atau hijau (bukan merah). Di Negara Madinah di zaman Khilafah yang empat memiliki simbol berupa bendera persegi empat berwarna hitam. Cuma warna yang polos dan tanpa gambar, tulisan atau tanda lainnya. Penambahan symbol dan gambar terdapat pada kerajaan-kerajaan Islam seperti Ottoman, Saljuk, Malmuk dan Moghul.









Pada 1299, berdirilah Dinasti Usman . Usman atau dikenal sebagai Usman I tak ada hubungannya dengan Khalifah Usman bis Affan RA. Usman yang dimaksud ini, adalah pendiri Kekaisaran Ottoman. Ayahnya, Urtugul, seorang kepala suku dan penguasa lokal di wilayah Anatolia. Sebagai suku yang berkelana dari Asia Tengah selama berabad-abad, oleh kesultanan Seljuk di Anatolia, Usman diberi wilayah di perbatasan Byzantium (Constantinople). Seiring melemahnya kesultanan Seljuk, Usman menyatakan kemerdekaannya dan mendirikan Kekaisaran Ottoman pada 1299.

Kekaisaran Ottoman dikenal juga sebagai Khilafah Turki Utsmani. Khilafah ini adalah warisan terakhir kejayaan umat Islam. Memiliki luas wilayah yang membentang dari ujung barat sampai ujung timur dunia. Wilayahnya adalah (saat ini disebut) tiga benua besar dunia, Afrika, Eropa dan Asia (kecuali Constantinople).


SEJARAH LAMBANG PALANG MERAH DAN LAMBANG BULAN SABIT MERAH (674 SM - Saat ini) BAGIAN 1



Pada 667 SM, tersebutlah sebuah kota yang ditaklukan oleh Bangsa Yunani. Pada saat menaklukan kota tersebut, Bangsa Yunani diterangi oleh cahaya bulan. Setelah kota tersebut takluk, Bangsa Yunani memberi nama kota itu, Byzantium. Nama Byzantium dirujuk dari nama satu tokoh dalam mitologi Yunani, yaitu Byaz. Yunani kemudian memberi simbol bulan sabit pada kota itu sebagai dedikasi pada dewi mereka yaitu Dewi Artemis (Dewi Diana) yang bersimbol bulan sabit. Catatan lain menyebutkan bahwa bulan sabit pun merupakan simbol Dewi Tnit (Carthagian, Bangsa Phoenic).

Pada 330, Ketika kota Byzantium direbut oleh bangsa Romawi dibawah kekuasaan Kaisar Constantine, simbol bulan sabit tetap dipertahankan bahkan dijadikan lambang kota. Tidak ada perubahan berarti di sana karena bangsa Romawi sangat mengagumi budaya Yunani. Justru setelah Yunani dikuasai, bangsa Romawi makin ter-Yunani-kan. Ibadah agama Yunani kuno pun diserap ke dalam agama Romawi dan dipertahankan, di antaranya penyembahan kepada Artemis.



Di dalam istilah Romawi dewi Artemis dikenal dengan nama Diana. Constantine kemudian mempersembahkan kota ini kepada Perawan Maria dan menambahkan symbol bintang pada sisi tengah bulan sabit. Bintang disebutkan sebagai simbol perawan suci bunda Maria. Catatan lain menyebutkan bahwa simbol bintang dirujuk dari simbol Dewi Ishtar (kata star = bintang dalam bahasa inggris diambil dari nama dewi itu).



Pada 395, Romawi pecah menjadi Romawi Barat dan Romawi Timur. Nama Byzantium pun berganti menjadi Nova Rome (Roma Baru) dan menjadi ibukota Romawi Timur, setelah pindah dari Roma di Italia karena perpecahan tersebut. Sebelum Kaisar Constantine memerintah, masa Abad I, II, dan III, kaum Nasrani banyak ditindas oleh penguasa Romawi. Baru pada pemerintahan Kaisar Constantin, Kaum Nasrani diakui keberadaannya di Kekaisaran Romawi. Pada saat itu, Kekaisaran Constantine menjadi negara superpower yang menetapkan Kristen ortodox sebagai agama resmi Negara. Setelah Kaisar Constantine wafat, Nova Rome dikenal dengan nama Constantinople (Kota Constantine). Adapun selama masa Bizantium tersebut, di Jazirah Arab, Nabi Muhammad SAW (570รข€“632), mensyiarkan Islam. Setelah wafat, kedudukan Nabi Muhammad SAW digantikan oleh para Khalifah.

Sunday, June 28, 2009

Refleksi atas penyusunan RUU Lambang Palang Merah:


Matinya Akal Sehat Ditengah Pertentangan Simbol Perlindungan
oleh:
F. Sidikah R

anggota tim asistensi pemerintah
untuk penyusunan RUU Lambang Palang Merah


Baru saja 4 tahun mengikuti proses pembahasan RUU Lambang Palang Merah, membuat saya dapat mengambil kesimpulan yang amat sangat nyata terlihat, yaitu betapa sebuah penyusunan undang-undang sangat erat kaitannya dengan berbagai kepentingan, selain kepentingan negara. Naif memang, ditengah euforia kebebasan jika saya mengatakan 'baru tahu’. Namun itulah realitanya, karena begitu nyata tanpa sanggup ada yang membatasi lagi…

Termasuk dalam hal pembahasan RUU Lambang Palang Merah. RUU yang tepat pada 12 Oktober 2005 lalu disampaikan pemerintah kepada DPR itu, bisa dibilang berjalan tertatih-tatih dan dipenuhi berbagai kompromi untuk menyatukan banyaknya kepentingan. Walaupun sebetulnya, usia 4 tahun bagi sebuah RUU masih bisa dikatakan balita jika dibandingkan dengan RUU lain yang telah mengendap hingga hitungan windu lamanya.


Keberadaan UU yang mengatur tentang penggunaan lambang sebagai tanda perlindungan memang masih dianggap sebagai hal yang belum prioritas. Hal itu semata-mata disebabkan karena belum adanya pemahaman secara menyeluruh terhadap esensi penggunaan lambang tersebut.


Apalagi saat ini di Indonesia, begitu banyak pihak yang dengan sesuka hati telah terlanjur menyematkan tanda berbentuk palang merah atau bulan sabit merah, khususnya di berbagai fasilitas atau lembaga serta berbagai organisasi dan LSM yang menempatkan diri bergerak dalam bidang kesehatan dan kemanusiaan. Akibatnya, kadung sudah tertanam di benak bahwa lambang palang merah atau lambang bulan sabit merah adalah lambang kesehatan atau lambang kemanusiaan. Padahal, tidaklah sepenuhnya demikian benar adanya.


Pasalnya, ketentuan internasional yang bernama Konvensi Jenewa 1949 telah mensyaratkan, bahwa penggunaan lambang palang merah atau lambang bulan sabit merah adalah berfungsi sebagai tanda perlindungan bagi dinas kesehatan angkatan perang suatu negara di medan pertempuran. Oleh karenanya, kedua lambang tersebut memiliki posisi sama, tidak ada sub ordinat yang mengartikan salah satu lebih tinggi atau lebih rendah diantara lainnya. Namun demikian, dengan adanya prinsip netralitas kemudian ditentukan bahwa suatu negara hanya boleh memilih dan menggunakan salah satunya. Tidak boleh keduanya sekaligus, baik dalam konteks nasional maupun internasional.


Oleh karena berfungsi sebagai tanda perlindungan, untuk itu sejatinya, lambang palang merah atau lambang bulan sabit merah hanya berhak digunakan oleh dinas kesehatan angkatan perang suatu negara. Bukan oleh LSM, apotek, klinik, rumah sakit, dan berbagai kepentingan lain yang tidak terkait dengan kepemilikan dari dinas kesehatan angkatan perang.


Adapun pihak lain yang diberikan hak penggunaan, hanyalah kepada perhimpunan nasional yang didirikan di negara tersebut. Perhimpunan nasional tentunya harus pula menggunakan lambang yang sama digunakan oleh dinas kesehatan angkatan perang negaranya. Pasalnya, di medan pertempuran, perhimpunan nasional diproyeksikan sebagai pihak yang akan memberi bantuan kepada mereka yang terluka di medan perang (kombatan).* Adapun jika ada pihak lain yang dilibatkan, maka mereka akan terintegrasi kedalam perhimpunan nasional atau pun kedalam dinas militer. Inilah esensinya dari sebuah penggunaan lambang palang merah atau lambang bulan sabit merah sebagai tanda perlindungan.


Oleh karena Indonesia telah menentukan lambang palang merah sebagai tanda perlindungan bagi dinas kesehatan TNI, dengan demikian maka perhimpunan nasional yang dibentuk juga menggunakan lambang palang merah dan oleh karenanya bernama Palang Merah Indonesia. Bukanlah hak perhimpunan nasional atau PMI untuk menentukan lambang apa yang akan digunakan. Sehingga andaikata Pemerintah Indonesia menentukan memilih lambang lain yaitu lambang bulan sabit merah sebagai tanda perlindungan bagi dinas kesehatan TNI, maka PMI sebagai perhimpunan nasional di Indonesia, wajib merubah nama dan lambangnya menjadi lambang bulan sabit merah dan mengganti namanya dari Palang Merah Indonesia menjadi Bulan Sabit Merah Indonesia. (catatan: tidak ada kewajiban bagi pihak yang sudah terlanjur keliru menggunakan nama dan lambang bulan sabit merah untuk melebur kepada perhimpunan nasional)


RUU Lambang Palang Merah

Indonesia, sebagai negara peserta Konvensi Jenewa 1949, tentunya berkewajiban untuk melaksanakan berbagai ketentuan yang terdapat dalam konvensi tersebut. Keikutsertaan Indonesia telah dinyatakan melalui UU No. 59 tahun 1958. Memang sudah berumur lebih dari setengah abad lamanya. Namun demikian hingga kini kewajiban pemerintah untuk mengatur pelaksanaannya dalam aturan nasional belum tertuang secara jelas.


Peraturan penggunaan tanda dan kata-kata palang merah hanya diatur dalam Peraturan Penguasa Perang Tertinggi (Perperti) No 1 tahun 1962, dimana diantaranya telah mengatur, bahwa yang diperkenankan menggunakan tanda dan kata-kata palang merah hanyalah Komite Palang Merah Internasional, jawatan kesehatan angkatan darat, laut, udara dan Palang Merah Indonesia. Ketentuan tersebut berlaku pula untuk penggunaan tanda dan nama bulan sabit merah.


Adapun pelanggaran terhadap aturan tersebut, hanya berdasarkan pada pasal 47 UU no 23 tahun 1959 tentang Keadaan Bahaya dimana hukumannya hanyalah hukuman kurungan selama-lamanya sembilan bulan dan denda setinggi-tingginya dua puluh ribu rupiah. Sungguh sanggat tidak sebanding dengan nilai perlindungan terhadap tentara kita.


Untuk itu, antara lain atas dasar kepentingan negara dalam hal perlindungan terhadap dinas kesehatan TNI diwaktu perang, maka pemerintah mengajukan RUU Lambang Palang Merah yang berdasarkan kesepakatan Panja RUU Lambang Palang Merah pada akhir bulan Juni ini, sudah diajukan ke Pansus DPR untuk dibahas sebelum diajukan ke sidang paripurna.


Namun demikian, pada pembahasan-pembahasan di tingkat panja, seringkali tidak ada titik temu yang menyebabkan tidak tercapainya kesepakatan. Ketidaksepakatan itu antara lain, walaupun pada 3 September 2008 Panja sudah memutuskan untuk tetap menggunakan lambang palang merah, namun beberapa dari anggota panja masih menghendaki agar lambang lain yaitu lambang bulan sabit merah juga dapat digunakan secara bersama-sama. dan dapat pula digunakan oleh pihak lain selain yang termasuk dalam ketentuan. Padahal, adalah sangat tidak mungkin menggunakan lebih dari satu lambang, walaupun hanya di tingkat nasional atau pada masa damai sekali pun. Apalagi untuk dapat digunakan pula oleh pihak-pihak yang tidak diperkenankan oleh ketentuan internasional yaitu digunakan oleh LSM atau organisasi kemanusiaan swasta selain oleh dinas kesehatan angkatan perang dan perhimpunan nasional.


Konteks lain yang menjadi perdebatan adalah pada pasal 40 dari RUU tersebut yang mensyaratkan bahwa siapapun yang tidak berhak menggunakan lambang palang merah atau lambang bulan sabit merah, baik perorangan, institusi, lembaga, perkumpulan atau badan hukum lainnya, wajib untuk segera mengganti penggunaan lambang-lambang tersebut dalam waktu 12 bulan sejak undang-undang disahkan. Adapun sanksi pidananya meningkat menjadi hukuman kurungan setinggi-tingginya sepuluh tahun dan denda setinggi-tingginya seratus juta rupiah. Itulah nilai yang ditetapkan bagi kepentingan perlindungan terhadap angkatan perang kita.


RUU Lambang Palang Merah tidak menyatakan sedikitpun bahwa pihak-pihak tersebut harus menghentikan kegiatan, melainkan hanya mengganti lambangnya saja. Kegiatan tetap bisa berlanjut. Terutama kegiatan kemanusiaan yang dilakukan oleh pihak-pihak yang sudah kadung menggunakan lambang-lambang yang bukan haknya itu, tetap diperkenankan melakukan kegiatan kemanusiaan dimanapun. Toh, melakukan kegiatan kemanusiaan tentunya berdasarkan pada rasa kemanusiaan, bukan tergantung kepada simbol-simbol tertentu bukan?


Tinggal kita lihat saja nanti, apakah RUU Lambang Palang Merah yang tidak terlepas dari semangat kenetralan, akan tertunda karena diwarnai oleh berbagai kepentingan yang membuat akal sehat menjadi mati, ataukah akan berlanjut tanpa aral namun penuh kompromi? (280609)


catatan*: pada masa damai, perhimpunan nasional memberikan bantuan jika terjadi bencana alam.


Thursday, June 25, 2009

ingin kembali

ingin kembali ke asal
ingin kembali ke dasar
ingin kembali ke awal

tapi yang manakah...?

22:39
250609